PP 46 Tahun 2013 Membayar Pajak Hanya 1%

PP 46 Tahun 2013 adalah Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Inti dari peraturan pemerintah ini adalah Wajib Pajak baik orang pribadi maupun badan yang memiliki peredaran usaha tidak melebihi Rp. 4,8 Milyar per tahun dikenakan pajak yang bersifat final dengan tarif hanya 1% dari peredaran bruto.

PERHATIAN!! Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 telah dicabut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018. Klik link untuk mengetahui perubahannya. 

Maksud dan Tujuan Diterbitkannya PP 46 Tahun 2013

PP 46 Tahun 2013 Membayar Pajak Hanya 1%
PP 46 Tahun 2013
PP 46 Tahun 2013 terbit disertai dengan maksud dan tujuan diterbitkannya peraturan ini yaitu:
  1. Memberikan kemudahan dan menyederhanakan peraturan pajak sehingga masyarakat Wajib Pajak mudah dalam melakukan kewajiban perpajakannya baik dalam menyetor maupun melaporkan pajak.
  2. Memberikan pengetahuan tentang perpajakan kepada masyarakat bahwa pajak itu tidak sulit dengan tarif yang sederhana, membayar pajak hanya 1%.
  3. Mengedukasi masyarakat tentang transparansi dalam melakukan kewajiban perpajakannya.
  4. Memberikan kesempatan lebih besar kepada masyarakat untuk berkontribusi dalam penyelenggaraan negara.
Dengan diterbitkannya peraturan yang menyederhanakan cara menghitung dan melaporkan pajak ini diharapkan tidak ada lagi yang mengatakan bahwa menghitung pajak itu sulit dan seterusnya, karena saat ini membayar pajak hanya 1%. Sederhana dan mudah diingat oleh Wajib Pajak.

Wajib Pajak yang Harus Menggunakan PP 46 Tahun 2013

Wajib Pajak yang harus menggunakan PP 46 Tahun 2013 adalah semua wajib pajak baik orang pribadi maupun badan tidak termasuk BUT yang menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp. 4,8 Milyar dalam 1 (satu) tahun pajak.

Namun tidak semua Wajib Pajak ahrus menggunakana tarif 1% sesuai PP 46 Tahun 2013, walaupun penghasilan brutonya dalam satu tahun pajak kurang dari Rp. 4,8 Milyar namun mereka tidak dikenakan pajak berdasarkan PP 46 Tahun 2013 yaitu:
  1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap dan menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan, misalnya pedagang makanan keliling, pedagang asongan,  warung  tenda di trotoar,  dan  sejenisnya.
  2. Wajib Pajak badan yang belum beroperasi secara komersial atau yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp4,8 miliar.
  3. Wajib Pajak berbentuk BUT.
  4. Yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan atau keagamaan.
  5. Wajib Pajak yang penghasilan dari usahanya telah dikenai PPh Final tersendiri seperti Jasa Konstruksi dan sebagainya.
  6. Wajib Pajak orang pribadi yang memperoleh penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas yang meliputi:
  • pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
  • pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari;
  • olahragawan;
  • penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator; 
  • pengarang, peneliti, dan penerjemah; 
  • agen iklan; 
  • pengawas atau pengelola proyek;
  • perantara;
  • petugas penjaja barang dagangan;
  • agen asuransi; dan
  • distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel marketing) atau penjualan langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya.
Dari penjelasan tersebut maka anda menjadi tahu posisi anda. Apakah termasuk yang wajib menggunakan tarif 1% berdasarkan PP 46 Tahun 2013 ataukah dikecualikan dari peraturan tersebut.

Cara Menghitung dan Melaporkan Pajak Berdasarkan PP 46 Tahun 2013

Untuk menghitung dan melaporkan Pajak Penghasilan berdasarkan PP 46 Tahun 2013 ketentuannya adalah:
  1. Pajak Penghasilan yang dimaksud dalam peraturan ini bersifat final sesuai Undang-undang PPh Pasal 4 ayat 2.
  2. Wajib Pajak yang seluruh penghasilannya semata-mata sudah dikenakan PPh Final Pasal 4 ayat 2 sesuai PP 46 tahun 2013 ini sudah tidak lagi membayar angsuran masa PPh Pasal 25 bulanan.
  3. Dihitung dan disetor setiap bulan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
  4. PPh Final Pasal 4 ayat 2 yang telah disetor berdasarkan PP 46 Tahun 2013 dianggap sudah dilaporkan apabila SSP telah mendapatkan validasi dari Bank Persepsi dan telah mendapatkan NTPN atau Wajib Pajak sudah mendapatkan Bukti Penerimaan Negara jika Wajib Pajak membayar atau menyetor dengan cara e-billing.
  5. Cara menghitungnya adalah dengan menghitung omset atau peredaran bruto sebulan dikalikan dengan tarif 1%.
  6. PPh Final Pasal 4 ayat 2 berdasarkan PP 46 Tahun 2013 disetor dengan kode MAP 411128 dan kode setoran 420, lihat gambar.
    PP 46 Tahun 2013 Membayar Pajak Hanya 1%
    Contoh SSP

Contoh cara menghitung PPh Final Pasal 4 Ayat 2

Andi baru terdaftar NPWP di KPP Pratama Purwokerto pada tanggal 2 Januari 2016. Peredaran bruto Andi dari usahanya berupa toko pakaian di bulan Januari 2016 sebesar Rp. 50.000.000,-. Bagaimana cara menghitung pajak penghasilannya?

Jawab:
  • Penghasilab bruto Andi disetahunkan: Rp. 50.000.000,- X 12 = Rp. 600.000.000,-
  • Karena setelah disetahunkan penghasilan bruto Andi masih dibawah Rp. 4,8 Milyar maka Andi dikenakan PPh Final Pasal 4 ayat 2 berdasarkan PP 46 Tahun 2013.
  • Besarnya PPh Final Pasal 4 ayat 2 adalah: 1% X Rp. 50.000.000,- = Rp. 500.000,-.
  • Jadi Andi harus menyetor PPh Final Pasal 4 ayat 2 sebesar Rp. 500.000,- untuk Masa Pajak Januari dengan Kode MAP 411128 dan Kode setoran 420 paling lambat tanggal 15 bulan Februari 2016.

Ketentuan Lain yang Harus Diketahui

  1. Penghasilan yang telah dikenai PPh Final berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri, maka tidak dikenakan PPh Final berdasarkan PP 46 Tahun 2013 ini.
  2. Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan dan peraturan pelaksanaannya.
  3. Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak PP 46 Tahun 2013 yang berdasarkan ketentuan UU PPh dan peraturan pelaksanaannya wajib dilakukan pemotongan dan/atau pemungutan PPh yang tidak bersifat final, dapat dibebaskan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh oleh pihak lain.
  4. PTKP tidak digunakan dalam penghitungan PPh Final Pasal 4 ayat 2 sebesar 1% dari peredaran bruto tertentu sesuai dengan PP 46 Tahun 2013.
Demikianlah yang dapat saya sampaikan tentang PP 46 Tahun 2013, yang intinya Wajib Pajak yang memiliki omset atau peredaran usaha di bawah Rp. 4,8 Milyar setahun dikenai PPh Final Pasal 4 ayat 2 sebesar 1% dari peredaran usahanya.

Semoga bermanfaat untuk anda dan jangan lupa berbagi, terimakasih.
Baca artikel lainnya: Tata Cara Pindah Alamat atau Kedudukan NPWP Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Maupun Badan.

119 Responses to "PP 46 Tahun 2013 Membayar Pajak Hanya 1%"

  1. KANTOR JASA AKUNTANSI & KONSULTAN PAJAK PT. GSP 08121970077 Melayani Jasa Pembuatan Laporan Keuangan, Pajak SPT Masa/Tahunan, Murah & Profesional. Promo Buat Laporan Keuangan Hanya 500 Rb/bln.

    BalasHapus
  2. Selamat sore Mas, untuk PP 46 ini dengan omzet < 4,8M setahun apakah WP Orang Pribadi harus mempunyai Surat Ijin Usaha? Terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hallo mas ottophoto saya bantu ja2ab pertanyaan masnya yah. Pp no 46 ini wajib bagi usaha yg memiliki surat izin usaha. Tapi ini kembali lagi ke jenis pekerjaan atau usahanya. Jk sifat usahanya menetap dlm jngka waktu minimal 1 tahun itu dan penghasilannya kurang dari 4.8m wajib menggunakan pp no 46 walaupun tidak memiliki surat izin usaha. Kecuali sifat usahanya ini bongkar pasang yg setiap hari harus di bongkar dan dipasang, mis: stan2 di jalan atau tmpat2 tertentu.

      Hapus
  3. Kalau boleh saya bantu jawab yah.
    Buat mas ottophoto.
    Pp 46 ini memang harus utuk wp op yang memiliki surat izin usaha. Tapi jika usaha yang dilakukan sifatnya menetap disuatu tempat atau bukan usaha yg bongkar pasang tetap harus byar pajak pp no 46 ini. Karena pajak ini berhubungan ke DJP bukan ke dinas perdangangan. Contoh usaha yg bongkar pasang itu seperti yg jualan jualan di tempat2 tertentu yg menggunakan stan2 dan tiap hari harus di pasang dang dibongkar.

    BalasHapus
  4. Sore mas. Saya mau nanya nih. Tahun kemarin 2015 penghasilan saya dibawah 4,8 milyar dan dikenakan pajak 1 persen. Tahun ini 2016 penjual sudah melewati 4,8 milyar. Jadi untuk laporan tahunan nya nanti pakah saya masih dikenakan 1 persen juga mas seperti tahun kemarin?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar masih dikenakan PPh Final 1% dari omset, baru kemudian untuk tahun 2017 menggunakan mekanisme angsuran PPh Pasal 25 karena omset di SPT Tahunan 2016 sudah di atas 4,8M.

      Hapus
    2. Salam Kenal Mas Fathur Rokhman,

      Menyambung dari pertanyaan diatas, bagaimana mekanisme pembayaran angsuran PPh Pasal 25. Apakah kewajiban bayar PPh 25 Masa Jan 2017 sudah harus dibayarkan dahulu meskipun SPT Tahunan 2016 belum dilaporkan? Terima kasih

      Hapus
    3. Salam kenal Mas Fathur Rokhman,

      Menyambung pertanyaan diatas, bagaimana mekanisme pembayaran PPh Pasal 25. SPT Tahunan 2016 belum dilaporkan (misal rencana lapor pertengahan Maret 2017), apakah PPh Pasal 25 Masa Jan 2017 sudah harus dibayarkan? Atau menunggu WP lapor SPT-nya dahulu. Terima kasih.

      Hapus
    4. nunggu sampai lapor SPT Tahunan terlebih dahulu agar diketahui omset tahun 2016.

      Hapus
    5. ijin nyimak gan..untuk yang jan 2017 nya bila blm ada kepastian ikut yg 1% atau tidaknya nanti kena denda dong gan untuk jan s/d feb 2017..

      Hapus
    6. Untuk masa Januari dan Februari tetap membayar dan melapor sesuai dengan kewajiban tahun sebelumnya.

      Contoh jika Desember 2016 memiliki kewajiban angsuran PPh Pasal 25 maka masa Januari dan Februari 2017 juga masih menggunakan angsuran PPh Pasal 25.

      Jika masa Desember 2016 menggunakan tarif 1% PP 46 maka Januari dan Ferbuari juga sama.

      Hapus
  5. terima kasih sharing2nya mas fathur.. salam kenal

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih juga atas kunjungannya di blog yang sederhana ini, salam kenal juga mas..

      Hapus
  6. Mau tanya mas fathur.

    Pada juni 2016 Saya mendirikan PT kecil2an untuk usaha.

    Pendapatan Kotor perbulan sekitar 20.000.000 jutaan. Gaji Karyawan sekitar 4.000.000 ( 1 Orang ). Untuk listrik telp dll / bulan 2.000.000 an.

    Jika dihitung usaha Saya belum ada setahun, Jadi perhitungan Pajak yang benar seperti apa, dan menggunakan peraturan no Berapa?

    Untuk bukti potong dan form lainya dapat di mana? tolong di runut mas Fathur karena Saya ingin mulai tertib Pajak.

    Banyak terima kasih untuk sarannya.

    Salam

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas kunjungannya di blog yang gak seberapa ini.

      Pertanyaannya tentang PT yang berdiri tahun 2016 dan omset perbulan sekitar 20 jutaan.

      Maka jawaban saya, sesuai dengan PP 46 Tahun 2013 pada pasal 2 ayat 4 disebutkan bahwa tidak termasuk wajib badan yang dikenai PPh Final adalah WP badan yang belum beroperasi secara komersial.

      Berdasarkan PMK No.107/PMK.011/2013 pasal 7 ayat 1 disebutkan Wajib Pajak Badan yang seperti ini (belum beroperasi secara komersial) dikenai PPh dengan tarif umum sesuai UU PPh sampai dengan jangka waktu satu tahun sejak beroperasi secara komersial.

      Penentuan sudah beroperasi secara komersial atau belum dihitung sejak saat pertama melakukan produksi.

      Pada PT yang Mas Mars dirikan berarti mulai beroperasi secara komersial sejak juni 2016. Maka untuk tahun pajak 2016 PT tersebut masih dikenai pajak secara umum (tidak dikenai PPh Final sesuai PP 46).

      Mengingat jangka waktu satu tahun sejak beroperasi secara komersil baru berkahir tanggal bulan Mei 2017 maka untuk tahun pajak 2017 PT tersebut masih dikenai PPh dengan tarif umum sesuai undang-undang PPh. (belum dikenakan PPh Final 1% sesuai PP 46).

      PPh Final sesuai PP 46 baru dikenakan pada tahun 2018 jika:

      a. Omset antara Juni 2016 sampai dengan Mei 2017 masih dibawah 4,8M dan

      b. Omset antara Januari 2017 sampai dengan 31 Desember 2017 masih di bawah 4,8 M.

      Kesimpulannya: PT tersebut sampai dengan akhir tahun 2017 belum dikenai PPh Final 1% dari omset. Penentuannya baru di tahun 2018.

      Formulir bukti potong dan formulir lainnya kami belum lengkap menyediakan semuanya. Coba di label download.

      Kalau yang lengkap mungkin ada di www.pajak.go.id

      Terimakasih, jika ada pertanyaan tambahan silakan ditanyakan kembali.

      Hapus
  7. APa benar tarif 1% tidak berlaku untuk usaha di bidang penangkapan ikan walaupun dia dibawah 4.8M ?

    Dan apabila dibawah 4.8M ini menggunakan tarif yang ada fasilitas dan non fasilitas ?

    mohon jawabannya :)
    butuh penjelasan secepatnya ke line : putizolivia

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya belum pernah mendengar pengecualian untuk bidang usaha penangkapan ikan karena setahu saya bidang usaha penangkapan ikan apabila omset setahunnya masih dibawah 4,8M maka tetap dikenaki PPh Final 1% berdasarkan PP 46 ini.

      Tentang fasilitas dan non fasilitas yang dimaksud itu fasilitas apa?karena kurang jelas..terimakasih

      Hapus
  8. Mas Fathur, makasih atas info di blog ini!
    Ada pertanyaan nih.

    Saya ingin melaporkan SPT tahun 2015, usaha saya masuk ke golongan PP 46/2013, dengan pajak 1% dari bruto, namun saya belum pernah melaporkan dan membayar pajak bulanan di tahun pajak 2014.

    Ketika saya mengisi formulir 1770 dan melampirkan omzet bulanan usaha saya di 2015, ambil contoh total pajak tahun itu adalah 1 juta. Maka pada formulir 1770-III, saya isi Bagian A/16, PPh terutang 1 juta. Lalu, ke bagian mana angka ini perlu dipindahkan ke formulir 1770 (halaman induk)?

    Mohon bantuannya ...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lihat di postingan ini ya petunjuknya... makasih:

      http://www.mas-fat.com/2016/02/petunjuk-pengisian-spt-tahunan-pph-orang-pribadi-2016.html

      Hapus
  9. mas omset perusahaan baru saya tahun 2016 <4,8 M setiap tagihan dikenakan potongan ppn +pph final dari bendahara pengeluaran pemerintahan,,apakah masih wajib bayar 1 % di laporan spt tahunannya..? mksh

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalau udah dikenakan PPh Final maka gak kena lagi PPh Final 1%.

      Hapus
    2. Mas Fathur,

      Sy ingin memastikan jawaban mas fathur soal pertanyaan dr Delta Prima, klo PPN sdh tdk perlu PPh final 1% ya?

      Trima kasih

      Hapus
    3. Mas Unknown..hehe,

      Yang menjadikan Delta Prima tidak perlu menyetor PPh Final 1% adalah karena sudah dipungut PPh Final oleh bendaharawan, bukan karena sudah dipungut PPN.

      Misalnya transaksi yang dilakukan oleh Delta Prima adalah transaksi pengadaan barang, maka bendaharawan akan memungut PPN dan PPh Pasal 22. Sehingga Delta Prima harus membayar PPh Final 1% dari omset (kecuali jika memiliki Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22). Penjelasan SKB ada di blog ini juga.

      Namun apabila transaksinya berupa pekerjaan konstruksi maka Delta prima dipungut oleh bendaharawan berupa PPN dan PPh Final atas konstruksi, Sehingga Delta prima tidak perlu membayar PPh Final 1% dari omset karena atas pekerjaan tersebut sudah dipungut PPh Final oleh Bendaharawan.

      Sekali lagi bukan karena sudah dipungut PPN tetapi karena sudah dipungut PPh Final oleh Bendaharawan.

      Hapus
  10. Permisi saya mau tanya apakah perlu pengajuan untuk pp 46 tahun 2013 ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tidak perlu mengajukan permohonan untuk dikenai PPh Final PP 46 karena pengenaannya langsung berdasarkan omset pada SPT Tahunan tahun sebelumnya. Atau bisa dibaca penjelasan saya untuk mas MARS di atas.

      Hapus
  11. Pengecualian untuk lembaga pendidikan dan agama, peraturannya dimana ya?
    Saya baca di pp46 tidak ada.
    Bila lembaga pendidikan saya mulai ada labanya sejak 2015 (sebelumnya masih minus) bagaimana cara lapornya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau gak salah ada di SE-32/PJ.2014 tanggal 17 September 2014 Pak Catur. Di PP 46 memang tidak disebutkan sehingga dulu sempat bingung penerapannya apakah lembaga pendidikan terutang PP 46 apa tidak.

      Kalau lembaga yang Nirlaba kan istilahnya bukan laba yah? :)
      Kalau diperoleh tahun 2015 dan digunakan kembali untuk melengkapi sarana dan prasarana, menurut pemahaman saya tidak terutang PP 46 Pak.. CMIW

      Hapus
  12. Terimakasih atas artikelnya mas Fathur.
    Sy bekerja di sebuah cv yg baru terdaftar di pajak April 2016, omsetnya yg di dpt setiap bulan klu diakumulasikan msh kurang dr 4,8M, setiap bulan kita selalu lapor Pph 25 Tp Nihil. Berhubung sy baru tau PP No.46 thn 2013, jd cara mengatasinya seperti apa ya mas Fathur?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Untuk tahun pajak 2016 masih menggunakan mekanisme PPh Pasal 25 sampai dengan akhir tahun pajak 2017.

      Apabila di SPT Tahunan 2017 ternyata omsetnya masih di bawah Rp. 4,8M maka untuk tahun paajk 2018 terutang PPh Final berdasarkan PP 46.

      Hapus
    2. minta penjelasan mas, kan di 2016 sudah ketahuan kalau omzetnya dibaaawah 4,8 M seharusnya di 2017 sudah bisa menggunakan fasilitas PP46 dengan tarif 1% tidak perlu menunggu sampai akhir tahun 2017. CMIIW

      Hapus
  13. selamat malam mas, mohon pencerahannya. saya ingin melaporkan pajak tahun 2015 omset di tahun tsb kebetulan dibwah 4,8 m.SPT thun sebelumnya masih menggunakan tarif pph pasal 29,tarif pajak mana yang harus saya gunakan untuk pelaporan tahun 2015? bila menggunakan tarif pph final 46 apakah potongan pph23 di tahun 2015 bisa dikreditkan? terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Untuk pelaporan SPT Tahun pajak 2015 apakah terutang PPh Final 1% ataukah PPh Pasal 25 bisa dilihat berdasarkan peredaran usaha tahun pajak 2014. Lihat kembali SPT Tahunannya. Jika omset pada SPT Thaunan 2014 masih di bawah Rp.4,8M maka untuk tahun pajak 2015 terutang PPh Final 1% dari omset.

      Bukti potong PPh Pasal 23 di tahun pajak 2015 tetap dapat dimasukkan di SPT Tahunan 2015. Dan jika terdapat kelebihan bayar pajak maka dapat dikembalikan tentunya setelah melalui prosedur yang ditentukan.

      Hapus
  14. Terima kasih mas fathur, blogny sangat informatif.

    Saya ada pertanyaan nih, kalo pendapatan berupa royalti dari penjualan baju itu termasuk pph pasal 46 ya?

    Jika iya,pertanyaan kedua :
    Saya design baju untuk perusahaan a misalnya, setiap penjualan 1 baju saya dapat sekian % dari penjualan tersebut.
    Apakah omzet saya dihitung dari royalti saya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih juga ats kunjungannya.

      Yang perlu diperhatikan pertama omset per tahun sudah melebihi batasan rp. 4,8 M atau belum?

      Kalau sudah diatas batasan Rp.4,8M maka tidak terutang PPh Final PP 46 tetapi dapat dikenai PPh pasal 23 sebesar 15%.

      Jika omset pertahun masih dibawah Rp. 4,8M maka terutang PPh Final berdasarkan PP 46 karena royalty tidak termasuk yang dikecualikan dari pengenaan PPh Final berdasarkan PP 46.

      Besarnya PPh Final berdasarkan PP 46 dihitung 1% dari total royalty per bulan. Bukan dari nilai penjualan bajunya.

      Hapus
  15. Mau tanya Pak.. gimana cara hitung angsuran PPH ps.25 tahun 2017,tahun sebelumnya PP 46, dan tahun 2016 byr 1% dari omzet, tetapi pada akhir tahun 2016 sudah melampaui 4,8M

    Terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Angsuran PPh Pasal 25 untuk tahun pajak 2017 dihitung dengan cara penghasilan Netto bulan Januari 2017 disetahunkan kemudian dikurangi dengan PTKP. Setelah itu dikalikan dengan tarif PPh Pasal 17.

      Untuk Wajib Pajak Badan juga sama hanya tidak dikurangi PTKP.

      Hapus
  16. Terimakasih atas pencerahannya,bgmn pelaporan spt atas pph yg dipungut tsb? Apakah bukti potong pph tsb sama dengan bukti lapor? Atau WP msh harus lapor lagi?( wp badan)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bukti potong PPh Pasal 23 harus dilaporkan oleh pemotong pajak pada SPT Masa PPh Pasal 23 bersangkutan dan juga dilaporkan Wajib Pajak pada SPT Tahunan sebagai kredit pajak (pengurang pajak terutang). Begitu juga PPh Psal 22 digunakan sebagai kredit pajak pada SPT Tahunan.

      Hapus
  17. mau tanya pak,saya mau lapor spt tahunan 2016 dikenakan 1 % dan pelaporannya tidak tiap bulan.
    bisa tdk untuk pelaporannya d spt tahunan , dari nilai peredaran usaha selama tahun 2016?
    thaks

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maksudnya mungkin tidak membayar rutin per bulan sehingga ada kekurangan PPh Final 1% dari omset?

      Jika yang dimaksud seperti itu, maka kekurangan PPh Final 1% tersebut harus disetor sebelum SPT Tahunan 2016 disampaikan. Dan atas keterlambatan pembayaran PPh Final tersebut dapat dikenai sanksi sebesar Rp.100.000,- per bulan ditambah dengan sanksi 2% dari PPh Kurang dibayar dikalikan jumlah bulan terlambat.

      Hapus
  18. salam kenal pak fathur rokhman,, mau tanya apakah untuk kode dan akun pajak pp 46 Badan dan Op itu sama??

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam kenal juga mas...
      Benar sekali mas, kode akun pajaknya sama antara badan dan orang pribadi yaitu 411128-420.

      Hapus
  19. Makasih banyak atas infonya mas.
    Numpang tanya juga ya mas.
    Saya mencari penghasilan dari berjualan produk digital (web template) di situs luar negeri.penghasilan perbulannya tidak menentu dan tidak punya penghasilan lain.
    Sudah berjalan sekitar 20bulan. Saya belum punya npwp dan berencana membuatnya. Berapa persen dari penghasilan saya perbulan yang harus saya bayarkan tiap bulannya?jika saya sudah membayar pajak tiap bulannya, apakah saya juga harus membayar pajak tiap tahun untuk penghasikan 1 tahun saya?kalo iya berapa persen? Terima kasih banyak mas Fathur

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas kunjunganny Mbak..
      Mantap juga mbak dagangannya..hehe. Kalau Mbak Sri sudah menikah dan suami sudah memiliki NPWP maka mbak Sri tidak perlu mendaftar lagi. Mbak Sri bisa memakai NPWP suami karena suami dan isteri pada dasarnya satu kesatuan entitas. Kecuali Mbak Sri memiliki perjanjian pisah harta atau ingin melakukan kewajiban perpajakan sendiri terpisah dengan suami maka boleh mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP.

      Perhitungan pajak yang harus dibayar ditentukan oleh omset tahun pajak sebelumnya.

      Jika omset tahun pajak 2016 masih dibawah Rp. 4,8M maka untuk tahun pajak 2017 dikenai PPh sebesar 1% dari omset per bulan yang bersifat final. Pada akhir tahun cukup melaporkan omset dan PPh yang telah dibayar melalui SPT Tahunan, tidak ada pembayaran pajak lagi jika PPh final 1% sudah dibayar per bulan sesuai ketentuan.

      Namun jika omset tahun pajak 2016 sudah melebihi Rp. 4,8M maka untuk tahun pajak 2017 dikenai PPh dengan tarif PPh Pasal 17 UU PPh. Dan pada akhir tahun terdapat kemungkinan adanya PPh kurang bayar, Nihil atau lebih bayar pada SPT Tahunannya.

      Hapus
    2. Mas saya mau bertanya. Saya mempunyai PT. Yg bergerak di bidang jasa clening servis dan jasa keamanan atau satpam.saya dapat tendher di kantor pemerintahan. Dan sama bendahara pemerintahan sudah di potoh pph 23 sebesar 2%. Apakah saya masih harus bayar pph yang 1 %. Mohon penjelasan nya.

      Hapus
  20. Mas fathur mau tanya...saya umkm..kalo saya baru punya npwp di tahun 2016...untuk keperluan Ta....saya ajukan penghasilan 2015...apakah saya harus membayar pph 1 % yg tahun 2015

    BalasHapus
    Balasan
    1. Untuk Wajib Pajak yang baru terdaftar di 2016 maka tidak diwajibkan melampirkan fotokopi SPT Tahunan 2015. Sebagai gantinya Wajib Pajak cukup membuat surat pernyataan bahwa peredaran usaha masih dibawah Rp.4,8M setahun.

      Hapus
  21. Siang mas fathur,

    saya mau buat spt tahun 2016 untuk CV dengan penghasilan di bawah < 4,8M apakah termasuk pp 46 ini?
    CV baru terdaftar pada akhir 2015, tetapi baru berjalan di 2016. kami juga belum lapor spt 2015. Bagaimana perhitungan pajak untuk 2016 nya??

    BalasHapus
  22. Siang Pak Fathur, saya mau tanya

    Kalau kami ingin lapor spt 2016 CV dengan omzet < 4,8m
    CV baru terdaftar diakhir 2015, dan baru mulai beroperasi awal 2016. tahun 2015 pun kami belum melaporkan spt nya. apakah kami dikenakan pp 46 ini dengan tarif 1%?
    Thanks

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jika CV tersebut mulai beroperasi secara komersial sejak bulan Januari 2016 maka per 31 Desember 2016 sudah terpenuhi waktu satu tahun sejak beroperasi secara komersil. Sehingga apabila SPT Tahunan 2016 menyatakan omset dibawah Rp. 4,8M maka untuk tahun pajak 2017 terutang PPh Final 1% dari omset per bulan dibayarkan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya.

      Hapus
  23. saya baru bayar pp46 sejak 2016, tahun sebelumnya blm di bayarkan, apakah bisa lapor pajak tahunan untuk tahun 2016, jika tahun sebelumnya saya blm byr pp46?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa, segera saja melaporkan SPT Tahunan 2016 tepat waktu. Untuk SPT Tahunan 2016 bisa melaporkan tanpa didenda sampai dengan tanggal 21 April 2017.

      Sedangkan untuk tahun pajak 2015 silakan laprkan juga SPT Tahunan 2015 dengan catatan terlambat melaporkan SPT sehingga berpotensi dikenai sanksi denda.

      Hapus
  24. Jika tahun 3015 dan 2016 saya membayar pajak berdasarkan PP46. Apakah di tahun 2017 saya boleh merubah perhitungan pajak saya menjadi perhitungan norma? Dengan catatan omset di awan 4,8M. Mohon bantuan informasinya. Thanks

    BalasHapus
  25. Siang pak Fathur, saya mau nanya. Kalau THN 2015& 2016 saya membayar pajak dgn perhitungan 1% PP46. Apakah di THN 2017 boleh diganti dgn perhitungan norma? Dgn catatat omset dibawah 4,8M

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jika omset yang dilaporkan pada SPT Tahunan 2016 masih dibawah 4,8M maka untuk tahun 2017 tetap terutang PPh Final sesuai PP 46 Tahun 2013.

      Hapus
  26. as.wb.pak fhatur mau tanya apakah omset perbulan langsung d kalikan dengan pph 1% ?

    BalasHapus
  27. as.wb.pak fhatur mau tanya apakah omset perbulan langsung d kalikan dengan pph 1% ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wa'alaikum salam wr.wb. Berdasarkan PP 46 Tahun 2013 disebutkan bahwa Wajib Pajak yang memiliki peredaran usaha tidak melebihi 4,8M setahun dikenai PPh Final sebesar 1% dari omset per bulan.

      Hapus
  28. Mau tanya mas fathur.

    saya dan istri usaha kuliner rumahan, omset sekitar 20 - 30jt an perbulan, usaha sdh berjalan sekitar 2 tahun tapi belum pernah lapor / bayar pajaknya, pada bulan maret 2016 lalu saya buat npwp.

    saya bingung untuk pelaporan pajaknya harus pakai form yg mana, dan saya harus lapor sejak jan 2016 atau maret 2016 (saat npwp dibuat).
    kalau saya lapor dan bayar utk jan - des 2016 sekarang apakah akan kena denda ?

    utk pelaporan pajak kami, apakah hanya itu yg perlu dilapor. misal tidak ada harta lain seperti rumah, mobil

    Terimakasih

    BalasHapus
  29. Mau tanya mas fathur.

    saya dan istri usaha kuliner rumahan, omset sekitar 20 - 30jt an perbulan, usaha sdh berjalan sekitar 2 tahun tapi belum pernah lapor / bayar pajaknya, pada bulan maret 2016 lalu saya buat npwp.

    saya bingung untuk pelaporan pajaknya harus pakai form yg mana, dan saya harus lapor sejak jan 2016 atau maret 2016 (saat npwp dibuat).
    kalau saya lapor dan bayar utk jan - des 2016 sekarang apakah akan kena denda ?

    Terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jika omset perbulan sekitar 20-30 juta maka dalam satu tahun masih di bawah 4,8M sehingga terutang PPh Final berdasarkan PP 46 Tahun 2013 sebesar 1% dari omset per bulan.

      Pelaporan pajaknya menggunakan formulir SPT Tahunan 1770. Informasi pelaporan dan caranya silakan ikuti link di bawah ini.

      http://www.mas-fat.com/2016/02/petunjuk-pengisian-spt-tahunan-pph-orang-pribadi-2016.html?

      Jika pembayaran PPh Final bulanan tahun 2016 baru dilakukan sekarang artinya terlambat bayar maka berpotensi adanya sanksi denda.

      Sedangkan untuk pelaporan SPT Tahunan 2016 saat ini belum terlambat karena pelaporan SPT Tahunan 2016 paling lambat tanggal 21 April 2017.

      Terimakasih.

      Hapus
  30. Selamat pagi Mas Fathur,

    Mohon bantuannya. Saya memiliki CV dan sudah membayar PPh 1% final atas omset bulanan dengan kode 41128, jenis setoran 420.
    Bagaimana untuk pelaporan SPT Pribadi Tahunan saya, apakah tetap harus melaporkan penghasilan pada SPT 1770 saya?

    Mohon pencerahannya. Terima kasih Mas Fathur.

    BalasHapus
    Balasan
    1. CV dan pribadi adalah dua entitas yang berbeda. Atas omset CV yang sudah dibayarkan Pajaknya harus dilaporkan di CV.
      Untuk pelaporan SPT Tahunan Pribadi silakan melaporkan penghasilan yang diperoleh baik dari CV maupun penghasilan dari sumber yang lain (jika ada).

      Hapus
  31. Selamat malam mas , mau tanya , saya punya CV yg baru terdaftar sebagai pkp ditahun 2016 , omset kami sampai akhir 2016 blm mencapai 4,8M, untuk pelaporan PPH badan menggunakan norma PPH 25 atau PPH final ya mas ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Untuk menentukan apakah di satu tahun pajak terutang PPh Final ataukah PPh Pasal 25 salah satunya dengan melihat omset pada SPT Tahunan Tahun Pajak sebelumnya.

      Jadi untuk tahun 2016 terutang PPh Final atau tidak harus melihat SPT Tahunan 2015, jika omsetnya dibawah 4,8M berarti tahun 2016 terutang PPh Final. Begitupula sebaliknya.

      Untuk Tahun 2017 karena sudah diketahui omset pada tahun 2016 masih dibawah 4,8M maka selama tahun pajak 2017 terutang PPh Final Pasal 4(2) sebesar 1% dari omset.

      Hapus
  32. Mas fathur mau tanya, ada karyawan selain memperoleh penghasilan dari perusahaan, beliau mempunyai usaha apotek. Untuk penghasilan dia sebagai karyawan sudah dilaporkan di SPT Tahunan, tetapi untuk pendapatan yang diperoleh dari apoteknya belum. Pertanyaannya : Untuk dasar pengenaan pajak atas omset itu apakah boleh dikurangi dulu dengan biaya operasional setelah itu baru dikalikan 1%? Kemudian untuk pelaporan pajak atas omset tersebut di SPT WP Pribadi dilaporkan di kolom yang mana?

    BalasHapus
    Balasan
    1. PPh Final sesuai PP 46 Tahun 2013 tidak dikurangi dengan biaya operasional kan tetapi langusng dikalikan dengan omset bruto/peredaran bruto.

      PPh Final yang sudah dibayarkan dilaporan pada SPT Tahunan pada bagian PPh Final biasanya di angka terakhir.

      Hapus
  33. Saya Toko beromset dibawah 4,8M setahun. NPWP Pribadi KLU Perdagangan Eceran, non PKP. Biaya setiap Bulan membayar PPh Final 1%.
    Bendaharawan Sekolah membeli barang di toko saya, minta no. NPWP saya. Terus dibuat ID Billing untuk PPN 10% dan PPh Pasal 22 1,5%.
    Bendahara membeli barang sebesar Rp 10jt.
    Tapi Nota dibuat sebesar Rp 11jt (sudah termasuk PPN). Alasannya lebih 1jt buat bayar PPN 1 jt.
    Yang dibayar ke saya (toko) = Rp 10jt - 150rb (PPh Psl.22 1,5%) = Rp. 9.850.000.
    Sampai disini saya sepakat dengan Bendahara Sekolah.
    Yang ingin saya tanyakan:
    1. Apakah dibenarkan saya (toko UMKM non PKP) melakukan transaksi dengan Bendaharawan Pemerintah) yang setahu saya seharusnya Bendaharawan Pemerintah harus bertransaksi dengan Rekanan yang ber NPWP yg sudah PKP (bisa menerbitkan Faktur Pajak)
    2. Jika transaksi sudah saya lakukan, apakah PPh 1% dari omset transaksi ini tetap saya perhitungkan = (1% x 10jt = 100rb) ditambah pajak 1% dari (omset) konsumen non Pemerintah.
    Jadi, PPh Final 1% toko saya adalah 1% dari omset pemerintah + non pemerintah.
    Atau PPh Final 1% toko saya adalah hanya dari omset non pemerintah karena PPh 1,5% sudah dipotong oleh Bendaharawan Sekolah.
    Terima kasih

    BalasHapus
  34. Saya Toko beromset dibawah 4,8M setahun. NPWP Pribadi KLU Perdagangan Eceran, non PKP. Biaya setiap Bulan membayar PPh Final 1%.
    Bendaharawan Sekolah membeli barang di toko saya, minta no. NPWP saya. Terus dibuat ID Billing untuk PPN 10% dan PPh Pasal 22 1,5%.
    Bendahara membeli barang sebesar Rp 10jt.
    Tapi Nota dibuat sebesar Rp 11jt (sudah termasuk PPN). Alasannya lebih 1jt buat bayar PPN 1 jt.
    Yang dibayar ke saya (toko) = Rp 10jt - 150rb (PPh Psl.22 1,5%) = Rp. 9.850.000.
    Sampai disini saya sepakat dengan Bendahara Sekolah.
    Yang ingin saya tanyakan:
    1. Apakah dibenarkan saya (toko UMKM non PKP) melakukan transaksi dengan Bendaharawan Pemerintah) yang setahu saya seharusnya Bendaharawan Pemerintah harus bertransaksi dengan Rekanan yang ber NPWP yg sudah PKP (bisa menerbitkan Faktur Pajak)
    2. Jika transaksi sudah saya lakukan, apakah PPh 1% dari omset transaksi ini tetap saya perhitungkan = (1% x 10jt = 100rb) ditambah pajak 1% dari (omset) konsumen non Pemerintah.
    Jadi, PPh Final 1% toko saya adalah 1% dari omset pemerintah + non pemerintah.
    Atau PPh Final 1% toko saya adalah hanya dari omset non pemerintah karena PPh 1,5% sudah dipotong oleh Bendaharawan Sekolah.
    Terima kasih

    BalasHapus
  35. Selamat siang Mas,
    saya mau lapor SPT Tahun 2016 namun saya ada sedikit masalah karena pajak Final 1% untuk bulan des 2016 baru saya bayar pada awal bulan Jan 2017, bagaimana pencatatan untuk laporan keuangan 2016 tsbt saat lapor SPT? terima kasih

    BalasHapus
  36. Selamat siang Mas,
    Jika perusahaan saya telat membayar PPh Final Bulan Des 2016 dan baru dibayar pada awal bulan Jan 2017 saat pelaporan SPT Tahun 2016 pencatatan pada laporan keuangannya seperti apa ya? terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Secara ketentuan tidak telat karena PPh Final Bulan Desember 2016 memang dibayarkan paling lambat tanggal 15 bulan Januari 2017.

      Pada laporan keuangan tercatat sebagai Pajak Penghasilan tahun 2016. Hehe..

      Hapus
  37. Saya Toko beromset dibawah 4,8M setahun. NPWP Pribadi KLU Perdagangan Eceran, non PKP. Biaya setiap Bulan membayar PPh Final 1%.
    Bendaharawan Sekolah membeli barang di toko saya, minta no. NPWP saya. Terus dibuat ID Billing untuk PPN 10% dan PPh Pasal 22 1,5%.
    Bendahara membeli barang sebesar Rp 10jt.
    Tapi Nota dibuat sebesar Rp 11jt (sudah termasuk PPN). Alasannya lebih 1jt buat bayar PPN 1 jt.
    Yang dibayar ke saya (toko) = Rp 10jt - 150rb (PPh Psl.22 1,5%) = Rp. 9.850.000.
    Sampai disini saya sepakat dengan Bendahara Sekolah.
    Yang ingin saya tanyakan:
    1. Apakah dibenarkan saya (toko UMKM non PKP) melakukan transaksi dengan Bendaharawan Pemerintah) yang setahu saya seharusnya Bendaharawan Pemerintah harus bertransaksi dengan Rekanan yang ber NPWP yg sudah PKP (bisa menerbitkan Faktur Pajak)
    2. Jika transaksi sudah saya lakukan, apakah PPh 1% dari omset transaksi ini tetap saya perhitungkan = (1% x 10jt = 100rb) ditambah pajak 1% dari (omset) konsumen non Pemerintah.
    Jadi, PPh Final 1% toko saya adalah 1% dari omset pemerintah + non pemerintah.
    Atau PPh Final 1% toko saya adalah hanya dari omset non pemerintah karena PPh 1,5% sudah dipotong oleh Bendaharawan Sekolah.
    Terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih pertanyaannya pak Candra.

      Bahwa Bendaharawan pemerintah memang sudah ditunjuk sebagai pemungut sehingga dalam setiap transaksinya terdapat pajak yang harus dipungut dan dibayarkan termasuk PPh dan PPN.
      1. Kalau yang bapak tanyakan dari sisi bapak apakah dibenarkan bertransaksi dengan bendaharawan, menurut saya tidak ada masalah. Buat bendaharawan tidak ada larangan bertransaksi dengan Non PKP asalkan kewajibannya sebagai pemungut terpenuhi.
      2. Semua omset baik yang berasal dari pemerintah maupun non pemerintah tetap terutang PPh Final 1%. Atas PPh Pasal 22 yang telah dipungut dapat dikreditkan pada SPT Tahunan atau dipindahbukukan ke setoran PPh yang lain.

      Jika ada yang kurang jelas, silakan ditanyakan kembali.

      Hapus
  38. jika saya membuat bbrp CV (npwp berbeda, lokasi berbeda) apakah bisa memanfaatkan pp46 untuk semua cv setelah 1 tahun yg masing masing CV tidak melebih 4,8M tapi jika total semua CV lebih besar dari 4,8M

    BalasHapus
  39. Salam Kenal Mas Fathur,
    Blognya sangat bermanfaat, terimakasih sebelumnya.
    Mas saya mohon pencerahannya, jika omset per bulan Rp 50jt dan saya hanya mengambil margin keuntungan sebesar 3%, berarti dari keuntungan sebesar 1,5 juta, saya harus membayar pajak sebesar 500rb...banyak bangettt...huhuhuhu...jadi curhat...benar begitu kah Mas?
    Terimakasih sebelumnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ketentuan PP 46 Tahun 2013 memang begitu adanya.

      Hapus
  40. selamat siang mas,
    jika kita hendak membayar pph psl 4 ayat 2 pp 46 melalui e billing bagaimana prosedurnya? jenis pajak dan jenis setoran di isi apa? kami bergerak dibidang konstruksi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau untuk pembayaran pajak PPh Final sesuai PP 46 maka kodenya adalah:

      Kode Jenis Pajak : 411128
      Kode Jenis Setoran: 420

      Tetapi yang perlu diperhatikan,jika jenis kegiatannya adalah pekerjaan konstruksi maka tidak wajib membayar PPh Final Pasal 4 ayat 2 berdasarkan PP 46 tahun 2013 karena seharusnya dipotong PPh Final Pasal 4 ayat 2 sesuai ketentuan umum dengan tarif sesuai klasifikasi usahanya.

      Hapus
  41. Mas fathur, saya mau tanya.
    Jika total bukti bayar/BPN dr jan-desember'15 itu 42.446.490, tapi di laporan keuangan tahun 2015 itu ada 43.669.267, jadi ini kurang bayar yah mas atau gimana ya utk mengatasi masalah ini?? Terima kasih sebelumnya mas.. 😀

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yang di Laporan Keuangan tahun 2015 itu maksudnya Mbak Shella melaporkan pajak yang harus dibayar sebesar Rp 43 juta atau mbak shella melaporkan pajak yang telah dibayar yah?

      Tapi memang ada selisih kurang lebih Rp 1Jt. Jika yang dimaksud adalah Pajak yang terutang seharsnya 43 Juta maka mbak Shella masih kurang bayar Rp.1 Juta. :)

      Hapus
  42. apakah jasa teknik juga menggunakan pp 46 1 %? jika ya....apakah pph 23 bisa dikreditkan? dan jika karena sudah dikreditkan jadi lebih bayar apakh bisa di restitusi?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jasa teknik tidak termasuk jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas seperti yang telah disebutkan di atas sehingga terutang PPh Final Pasal 4 ayat (2) sesuai PP 46 tahun 2013. PPh Pasal 23 dapat dikreditkan di SPT Tahunan. Apabila ada kelebihan bayar maka prosedur yang berlaku harus melalui pemeriksaan terlebih dahulu baru dapat dikembalikan.

      Sebagi saran agar tidak terjadi pemotongan PPh Pasal 23 maka Ibu Riama Pangaribuan dapat mengjaukan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 23 ke KPP dimana ibu terdaftar.

      Hapus
  43. apakah usaha teknik menggunakn pp 1%

    BalasHapus
  44. pak fathur, saya mau tanya sy impor barang kena pph 2.5% dr nilai barang apakah di bulan tersebut sy bisa lgsg potong pembayaran pph 1% dr omset sy di bln tsb atau tunggu laporan tahunan. terimakasih

    BalasHapus
  45. Salam kenal mas, terima kasih atas info yang dibagikan.
    Saya sedikit bingung mas, untuk wajib pajak Badan yang menggunakan norma perhitungan PP 46 apakah harus melapor SPT Tahunan pasal 25/29 ? Karena hari ini saya dapat surat teguran karena belum menyampaikan SPT Tahunan pasal 25/29. Mohon bantuannya mas, terima kasih sebelumnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam kenal juga Mbak Gabriella Monalisa, Untuk setiap Wajib pajak memang wajib melaporkan SPT Tahunan, tetapi bagi Wajib Pajak yang dikenai PPh Final sesuai PP 46 Tahun 2013 tidak ada pembayaran PPh Pasal 25/29 lagi. Jadi tinggal melaporkan saja omset dan PPh Final Pasal 4(2) melalui formulir SPT Tahunan.

      Hapus
  46. Sore pak,
    Perusahaan sy bekerja, trmsuk jasa konstruksi (pengurukan tanah) blm lapor spt badan 2016. Penerimaan bruto 2016 1,1 M. Utk penghitungan pph badannya apakah kena yg 1% atau 25% pak ? Atau malah dobel. Krn saat sy input di espt, penghasilan netto nya 7 juta dan kena pph 25% juga.
    Terima kasih, mohon dijawab ya pak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Atas jasa konstruksi terutang PPh Final tetapi bukan PP 46 tahun 2013.
      tarif yang dipakai adalah 2%, 4% dan 6% tergantung dari kualifikasi usahanya.
      Pelaporan SPT Tahunan seharusnya tidak muncul penghasilan kena pajak karena sudah langsung dikurangi dengan penghasilan yang dikenai PPh final. Silakan cek kembali pada SPT Tahunan formulir 1771-I yang bapak isi.

      Hapus
  47. Mas fathur sy mau tanya, untuk pt sy penghasilan dibawah 4,8M tp terdaftar sbg pkp. Dan di th 2016 ikut TA dg tarif UMKM. Apakah sy perlu cabut PKPnya karena ada surat dr pajak untuk ppn yang tertagih th 2016 dan 2017. Mohon penjelasannya mas, terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bagi Wajib Pajak yang memiliki penghasilan bruto dibawah 4,8M boleh untuk dikukuhkan sebagai PKP. Hanya saja setelah menjadi PKP maka melekat kepadanya hak dan kewajiban PKP termasuk memungut PPN dan menerbitkan faktur.

      Namun apabila menghendaki pencabutan PKP dengan alasan penghasilan bruto/penerimaan bruto masih dibawah 4,8M maka tidak dilarang. Silalan saja diajukan permohonannya ke KPP dimana ibu terdaftar.

      Hapus
  48. mohon informasi nya :
    bila wajib pajak Pribadi mempunyai penghasilan sbb:
    1. dari deposito yang pajak nya sudah dibayar pajak final
    2 dari devident perusahaan yang pajak nya juga sudah final
    3 dari penyewaan beberapa rumah yang pajak nya juga final

    dari seluruh penghasilan diatas wajib pajak menerima penghasilan lebih dari Rp 4,8 M /thn sedangkan pajak nya sudah dibayar secara final
    Pertanyaan nya :
    oleh karena penerimaan nya dalam setahun sudah melebihi Rp 4,8 M, untuk usaha penyewaan rumah apakah wajib pajak harus
    menarik Pajak Penambahan Nilai PPN sebesar 10 % ? diluar PPH
    10 %
    Mohon berkenan untuk memberi balasan
    Terima kasih
    Tommy

    BalasHapus
  49. sebagai wajip pajak pribadi dengan penghasilan sbb :
    1. dari Deposito bank yang telah dipotong pajak final
    2. dari devident yang telah dipotong pajak final
    3 dari penyewaan rumah rumah yang pajak nya sudah dibayarkan pajak final

    dari penghasilan diatas , penerimaan setahun nya melebihi Rp 4,8 M

    Pertanyaan nya :
    apakah wajib pajak sebagai wajib pajak pribadi harus menarik PPN atas rumah rumah yang disewakan dan menyetorkan nya ke
    Negara ? karena penghasilan nya telah melebihi Rp 4,8 M / thn sedangkan semua pajak telah dipotong/ dibayar Final

    Mohon berkenan untuk membalas nya
    Terima kasih
    Tommy

    BalasHapus
  50. sebagai wajib pajak pribadi dengan penghasilan sbb :
    1. dari deposito bank - pajak nya sudah Final
    2, dari devident perusahaan - pajak nya sudah final
    3 dari penyewaan beberapa rumah - pajak dibayar final 10 %
    dari jumlah penghasilan diatas , wajip pajak menerima lebih
    dari Rp 4,8 M/ thn
    Pertanyaan nya :
    apakah karena telah melebihi Rp 4,8 M./thn, sebagai wajib
    pajak pribadi harus menarik PPN atas menyewakan ruaah rumah nya dan menyetorkan PPn tsb ( menjadi PKP )
    mohon berkenan untuk membalas pertanyaan saya
    Terima kasih
    Tommy

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas kunjungan dan pertanyaannya, mohon maaf juga karena baru membalas pertanyaan ini.
      Dari kasus yang Bapak sampaikan, diketahui bahwa Bapak memiliki tiga sumber penghasilan yaitu dari Deposito, Deviden dan Sewa Tanah/Bangunan rumah.
      Jumlah total penghasilan selama satu tahun sudah melebihi batasan PKP yaitu 4,8M.
      Pertanyaannya apakah sudah wajib memungut PPN atas sewa rumah (menjadi PKP)?
      Nah, pertama harus diketahui bahwa batasan PKP sebesar 4,8M setahun itu dihitung dari peredaran usaha bruto/penerimaan bruto.
      Berdasarkan PMK-197/PMK.03/2013 Pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa yang dimaksud jumlah peredaran bruto/penerimaan bruto adalah jumlah keseluruhan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh pengusaha dalam rangka kegiatan usahanya.

      Jadi dari tiga sumber penghasilan yang Bapak sampaikan yang termasuk penyerahan BKP/JKP hanyalah dari sewa rumah. Oleh karena itu untuk mengetahui apakah sudah wajib memungut PPN atau sudah wajib mendaftar PKP harus dilahat dari total penerimaan bruto sewa rumah.
      Jika sudah melebihi batasan 4,8M maka wajib mendaftarkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dan memungut PPN atas penyerahan JKP tersebut.

      Demikian penjelasan kami, mungkin dapat membantu Bapak.

      Hapus
  51. Salam kenal Mas,
    mau Tanya kalau saya karyawan lapor pakai form 1770S,,lalu ada penghasilan tambahan dari istri npwp ikut suami, penghasilan tambahan istri dari jualan kue, tas, baju,mainan anak..tapi tidak punya toko apakah penghasilan tambahan termasuk pph final 1%?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar sekali, atas penghasilan tersebut terutang PPh Final sesuai PP 46 Th 2013.

      Hapus
  52. Maf mau Tanya, kalo saya karyawan dan punya penghasilan lain dari jualan product direct selling misal tupperware apakah hasilpenjualan tsb termasuk pph final 1%?

    BalasHapus
    Balasan
    1. tolong dibantu jawab ya mas Fathur, karena saya juga mengalami hal yg sama dengan AR. Jadi saya punya A1, tapi saya ada usaha dagang di toko. Apakah usaha saya terkena 1% atau tidak?Kalau tidak, bagaimana sebaiknya? terimakasih sebelumnya

      Hapus
    2. Terimakasih pertanyaannya...
      Bagi pegawai yang memiliki usaha/toko ada kewajiban PP 46 dari omset toko. Diabayarkan setiap bulan sesuai ketentuan. Kemudian pada akhir tahun semua penghasilan baik dari usaha maupun dari gaji sesuai A1 dilaporkan pada SPT Tahunan.

      Hapus
  53. Siang, Mas Fathur,
    Perusahaan saya PMA yang baru mulai beroperasi januari 2017. Penghasilan didapat dalam bentuk proyek, sehingga omzet tidak bisa ditentukan per bulan. Karena baru beroperasi, selama tahun 2017, sy melaporkan ssp pph 25 nihil. Bagaimana utk penghitungan pph terutang 2017 nya? Peredaran bruto <4,8M. Dan untuk tahun 2018, apakah bisa diterapkan pph final 1% atau pph 25?
    Terima kasih sebelumnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Untuk menghitung PPh terutang selama tahun 2017 harus terlebih dahulu diketahui laba/penghasilan netto yang dituangkan dalam laporan keuangan. Kemudian anda bisa menggunakan tarif PPh sesuai pasal 31E Undang-undang No.36 Tahun 2008 Bahwa WP Badan yang omsetnya masih dibawah 50M mendapat fasilitas 50% dari tarif normal Pasal 17 UU PPh untuk omset sampai dengan 4,8M.

      Jadi jika omset anda masih dibawah 4,8M maka cara seluruh omsetnya mendapatkan fasilitas 50% sehingga cara menghitung PPh tahun 2017 adalah:

      50% x 25% x Penghasilan Netto Fiskal.

      Kemudian untuk tahun 2018 anda sudah dapat menggunakan tarif 1% sesuai PP 46 (jika jenis usahanya termasuk dalam ketentuan yang harus menyetor PPh 1% PP 46) karena sudah 1 tahun sejak beroperasi.

      Demikian semoga membantu.

      Hapus
  54. Selamat malam mas. Ayah saya merupakan WP OP yg menggunakan tarif
    PP 46, namun karena ketidak tahuan beliau untuk thn 2017 ini beliau tdk pernah menyetor pajak bulanannya. Karena yg beliau tau dr thn sebelumnya saat beliau meminta bantuan dr salah seorang pegawai pajak beliau langsung menyetor pajak untuk jangka waktu setahun 2016 tersebut secara bersamaan. Yg saya tanyakan kira2 langkah seperti apa yg harus saya tempuh untuk pajak 2017 ini ya? dan mohon sekali bisa sekalian dilampirkan prosedur untuk membayar pajaknya. Terima kasih sebelumnya mas..

    BalasHapus
  55. Selamat malam mas. Ayah saya merupakan WP OP yg menggunakan tarif
    PP 46, namun karena ketidak tahuan beliau untuk thn 2017 ini beliau tdk pernah menyetor pajak bulanannya. Karena yg beliau tau dr thn sebelumnya saat beliau meminta bantuan dr salah seorang pegawai pajak beliau langsung menyetor pajak untuk jangka waktu setahun 2016 tersebut secara bersamaan. Yg saya tanyakan kira2 langkah seperti apa yg harus saya tempuh untuk pajak 2017 ini ya? dan mohon sekali bisa sekalian dilampirkan prosedur untuk membayar pajaknya. Terima kasih sebelumnya mas..

    BalasHapus
  56. Selamat malam mas. Ayah saya merupakan WP OP yg menggunakan tarif
    PP 46, namun karena ketidak tahuan beliau untuk thn 2017 ini beliau tdk pernah menyetor pajak bulanannya. Karena yg beliau tau dr thn sebelumnya saat beliau meminta bantuan dr salah seorang pegawai pajak beliau langsung menyetor pajak untuk jangka waktu setahun 2016 tersebut secara bersamaan. Yg saya tanyakan kira2 langkah seperti apa yg harus saya tempuh untuk pajak 2017 ini ya? dan mohon sekali bisa sekalian dilampirkan prosedur untuk membayar pajaknya. Terima kasih sebelumnya mas..

    BalasHapus
  57. mas saya mau tanyak, sebuah perusahaan jasa yang melakukan kewajiban perpajakanya menggunakan PP 46 1%, pertanyaan saya bagaimana untuk pph pasal 23nya mas? soalnya belum mengajukan skb. pph 23nya tetep dipotong apa bagaimana

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tetap dipotong mas... karena tidak memiliki SKB PPh 23.

      Hapus
  58. Selamat Pagi pak, saya mau nanya untuk kasus seperti ini :
    PT.A adlah UMKM s/d Mei 2017 dimana setiap bulan PT. A membayar pph final 1%. Lalu Pada 1 juni 2017 PT.A telah dikukuhkan sbagai PKP. Yang mau saya tanyakan :
    1. Apakah setelah dikukuhkan sebagai PKP, PT. A masih dikenakan tarif PPh 1% atau Tarif PPH 25? Jika dikenakan tarif pph 25, bagaimana perhitungan pph 25 yang harus dibayar? (nb : omset ditahun 2016 < 4,8M)
    2. Setelah menjadi PKP, Jika di bulan jan- september 2017 diketahui total omset PT.A sudah melebihi 4,8M, apakah untuk pajak bulan Okt s/d Des harus menggunakan tarif pph25 atau masih memakai tarif pph final 1%? Dan apakah ditahun 2018 sudah wajib membayar pph 25?
    3. Untuk point ke-2, jika pajak bln okt s/d des masih dikenakan tarif pph final 1% dan ditahun 2018 sudah wajib dikenakan PPH25, apakah pph final(jan-des 2017) yg dibyar ditahun 2017 itu boleh dikreditkan utuk mngurangi pph29 ditahun 2018?

    mohon pencerahannya ya pak. terimakasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih pertanyaannya, saya jawab ya:

      1. Tahun 2017 PT. A masih dikenai PPh Final Pasal 4(2) sesuai PP 46 karena omsetnya masih dibawah 4,8M di tahun 2016.

      2. Selama tahun 2017 tetap terutang PPh Final Pasal 4 ayat 2 sampai dengan Desember 2017 walaupun di bulan September sudah diketahui omsetnya di atas 4,8M. Baru nanti di tahun 2018 mulai terutang PPh Pasal 25.

      3. Di SPT Tahunan 2017 yang disampaikan paling lambat April 2018 semua omset tetap terutang PPh Final Pasal 4 ayat 2 jadi tidak ada perhitungan kurang bayar PPh Pasal 29. Bahkan belum ada perhitungan angsuran PPh Pasal 25 untuk tahun 2018.

      Angsuran PPh Pasal 25 untuk tahun 2018 dihitung tersendiri berdasarkan omset bulan Januari s.d April 2018 yang disetahunkan seperti WP baru terdaftar.

      Hapus
  59. Selamat Pagi pak, saya mau nanya untuk kasus seperti ini :
    PT.A adlah UMKM s/d Mei 2017 dimana setiap bulan PT. A membayar pph final 1%. Lalu Pada 1 juni 2017 PT.A telah dikukuhkan sbagai PKP. Yang mau saya tanyakan :
    1. Apakah setelah dikukuhkan sebagai PKP, PT. A masih dikenakan tarif PPh 1% atau Tarif PPH 25? Jika dikenakan tarif pph 25, bagaimana perhitungan pph 25 yang harus dibayar? (nb : omset ditahun 2016 < 4,8M)
    2. Setelah menjadi PKP, Jika di bulan jan- september 2017 diketahui total omset PT.A sudah melebihi 4,8M, apakah untuk pajak bulan Okt s/d Des harus menggunakan tarif pph25 atau masih memakai tarif pph final 1%? Dan apakah ditahun 2018 sudah wajib membayar pph 25?
    3. Untuk point ke-2, jika pajak bln okt s/d des masih dikenakan tarif pph final 1% dan ditahun 2018 sudah wajib dikenakan PPH25, apakah pph final(jan-des 2017) yg dibyar ditahun 2017 itu boleh dikreditkan utuk mngurangi pph29 ditahun 2018?

    mohon pencerahannya. terimakasih pak.

    BalasHapus
  60. assalamualaikum mas fathur
    omset 2016 di atas 4.8M omset 2017 di bawah 4.8M apakah thn 2017 menggunakan tarif pph 25 atau pph final 1%? SPTT badan 2017 nihil karena merugi apakah tetap bayar pph 25 atau pph final 1%? terimakasih atas jawabnnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tahun 2017 tetap menggunakan PPh Pasal 25 karena omset tahun 2016 sudah di atas 4,8M. Baru tahun 2018 menggunakan tarif PPh Final 1% berdasarkan omset 2017 (di bawah 4,8M).

      Apabila tahun 2017 rugi maka bisa jadi terdapat kelebihan bayar PPh. Atas kelebihan bayar tersebut dapat di restitusi dengan menggunakan prosedur yang ada.

      Berdasarkan ketentuan, jika terjadi lebih bayar kurang dari 1M untuk PPh Badan dan 100Juta untuk PPh orang pribadi maka atas kelebihan bayar tersebut dapat diproses menggunakan penelitian (lebih cepat dari pemeriksaan).

      Hapus
  61. assalamualaikum mas fathur
    omset 2016 di atas 4.8M omset 2017 di bawah 4.8M apakah thn 2017 menggunakan tarif pph 25 atau pph final 1%? SPTT badan 2017 nihil karena merugi apakah tetap bayar pph 25 atau pph final 1%? terimakasih atas jawabnnya

    BalasHapus
  62. Selamat pagi Pak...
    Kalau sdh di potong ppn & pph pasal 22 oleh bendahara instansi pemerintah...apa harus byr pph final 1% atau mengajukan pemindah bukuan (pbk)
    terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selamat pagi juga pak...
      Sebenarnya antara bapak dengan bendahara pemerintah masing-masing memiliki kewajiban sendiri.

      Kewajiban Bapak adalah menyetor PPh final 1% dari omset termasuk omset dari transaksi dengan bendahara pemerintah. Sedangkan Kewajiban bendahara adalah memungut PPN dan PPh Pasal 22/23.

      Apabila Wajib Pajak tidak memiliki Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22/23 maka Bendahara wajib memungut PPh Pasal 22/23, namun jika WP memiliki SKB yang sudah dilegalisir maka bendahara tidak perlu memungut PPh Pasal 22.

      Kesimpulannya Bapak tetap wajib menyetor PPh Final 1% dari nilai transaksi dengan bendahara.

      Bagaimana dengan PPh Pasal 22/23 yang sudah dipungut/dipotong oleh bendahara? Atas pajak tersebut dapat dikreditkan di SPT Tahunan dan dapat dikembalikan melalui restitusi. (Di artikel terbaru saya membahas tentang restitusi PPN tetapi intinya sama bahwa kelebihan pajak dapat dikembalikan).

      Apakah bisa dipindahbukukan? Untuk PPh Pasal 22 masih memungkinkan dipindahbukukan dengan catatan yang mengajukan pemindahbukuan adalah bendahara pemungut atau terdapat surat persetujuan dari pemungut dan atas setoran PPh Pasal 22 tersebut belum dilaporkan oleh pemungut ke KPP.

      Semoga menjelaskan.

      Hapus
  63. Mas maaf mau tya .ap solusi npwp di pakek bendehara pemerintah tanpa ijin . Dan dia bisa byar pajak jenis pajak 411211

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itu sudah diluar pidana perpajakan, mungkin pidana umum Pak. Karena menggunakan NPWP tanpa ijin termasuk pelanggaran hukum.

      Hapus