Subjek PPN, Pengertian dan Batasan Pengusaha Kena Pajak

Subjek PPN, Pengertian dan Batasan Pengusaha Kena Pajak, itulah topik yang akan dibahas pada Blog Mas Fathur kali ini. Pada artikel-artikel sebelumnya kami lebih banyak membahas mengenai Pajak Penghasilan, namun kali ini kami mulai pembahasan tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Untuk mengawali pembahasan tentang Pajak Pertambahan Nilai, lebih mudah kalau dimulai dari pembahasan tentang subjek Pajak Pertambahan Nilai serta pengertian-pengertian yang ada serta batasan pengusaha yang wajib mendaftarkan diri menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP). Bagusnya sih sekalian objek Pajak Pertambahan Nilai, namun apabila dibahas dalam satu artikel sepertinya akan menjadi sangat panjang. Pembahasan tentang objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan diterbitkan pada artikel-artikel selanjutnya saja. Semoga artikel ini bermanfaat terutama untuk diri kami sendiri khususnya dan pembaca pada umumnya.

Subjek Pajak Pertambahan Nilai

Untuk menerangkan mengenai subjek Pajak Pertambahan Nilai mungkin perlu dipahami terlebih dahulu bahwa PPN adalah pajak yang muncul karena adanya pertambahan nilai objek pajak. Misalnya meja yang berasal dari kayu gelondongan. Ketika masih berbentuk kayu gelondongan belum terutang PPN, tetapi ketika kayu gelondongan tersebut diproses menjadi barang jadi berupa meja sehingga meningkat nilainya maka atas peningkatan nilai tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Baca juga: Persyaratan Pendaftaran NPWP Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi.
Subjek PPN, Pengertian dan Batasan Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha Kena Pajak

Dari ilustrasi tersebut dapat diketahui bahwa Subjek PPN adalah orang atau badan yang menjadikan nilai suatu barang tersebut meningkat. Orang atau badan ini yang kita sebut sebagai pengusaha.

Didalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 1 angka 14 disebutkan pengertian pengusaha sebagai berikut:
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
Lebih lengkapnya, Subjek Pajak Pertambahan Nilai adalah pengusaha baik PKP maupun Non PKP pada saat:
  • PKP melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)
  • PKP melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP)
  • PKP melakukan ekspor Barang Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak tidak Berwujud dan ekspor Jasa Kena Pajak
  • Non PKP melakukan impor Barang Kena Pajak
  • Non PKP melakukan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
  • Non PKP melakukan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
  • Non PKP melakukan kegiatan membangun sendiri (Pasal 16C UU PPN)

Pengertian Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Pengusaha sebagaimana diuraikan diatas menurut ketentuan Pajak Pertambahan Nilai dibagi menjadi dua yaitu pengusaha yang termasuk PKP dan Non PKP. Apa sih pengertian PKP dan Non PKP tersebut?. Pengertian Pengusaha Kena Pajak berdasarkan Undang-undang PPN adalah sebagai berikut:
Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang ini.
Kuncinya adalah apabila penyerahan yang dilakukan oleh pengusaha tersebut bukan merupakan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak maka pengusaha tersebut tidak dapat disebut sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Perbedaan PKP dan Non PKP

Perbedaan antara PKP dan Non PKP terletak pada hak dan kewajibannya pada saat melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yaitu:
  • PKP wajib memungut PPN atas setiap penyerahan BKP dan/atau JKP
  • PKP wajib menerbitkan Faktur Pajak
  • PKP juga wajib untuk menyampaikan SPT Masa PPN setiap bulannya paling lambat akhir bulan berikutnya.
  • PKP berhak mengkreditkan Faktur Pajak yang diperoleh pada saat melakukan pembelian bahan baku.

Batasan Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor PMK-197/PMK.03/2013 disebutkan bahwa Pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

Kewajiban melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah bulan saat peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp4.800.000.000,00.

Dalam hal pengusaha telah dikukuhkan sebagai PKP dan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya dalam satu tahun buku tidak melebihi Rp4.800.000.000,00, PKP dapat mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan sebagai PKP.

Berdasarkan ketentuan tersebut maka atas pengusaha sebagaimana telah diuraikan diatas dibedakan menjadi tiga yaitu.
  1. Pengusaha yang wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP apabila peredaran usahanya sudah melebihi batasan PKP Rp. 4.800.000.000,00
  2. Pengusaha yang dapat melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, yaitu pengusaha yang peredaran usahanya kurang dari Rp. 4.800.000.000,00 tetapi memilih untuk menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP). dan
  3. Pengusaha yang tidak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP yaitu pengusaha yang peredaran usahanya kurang dari Rp. 4.800.000.000,00.

Sanksi Jika Tidak Melaporkan Usahanya Untuk Dikukuhkan sebagai PKP

Apabila WP yang penghasilan brutonya telah melebihi Rp4.800.000.000,00 tetapi tidak melaksanakan kewajibannya untuk melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP, maka Direktur Jenderal Pajak dapat mengukuhkan pengusaha sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan.

Selain itu juga Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKP dan/atau STP untuk Masa Pajak sebelum pengusaha dikukuhkan secara jabatan sebagai PKP, terhitung sejak saat jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp4.800.000.000,00

Demikian pembahasan mengenai Subjek PPN, Pengertian dan Batasan Pengusaha Kena Pajak yang dapat kami sampaikan. Semoga bermanfaat untuk kita semua demi menjalankan ketentuan dan peraturan perpajakan sebaik-baiknya. Apabila terdapat hal yang kurang dari penjelasan kami mohon untuk diberitahukan kepada kami melalui kontak kami ataupun melalui kolom komentar dibawah ini sebagai bahan perbaikan kami.

Apabila artikel ini bermanfaat untuk anda mohon untuk dishare agar bermanfaat juga untuk yang lain. Terimakasih.

Artikel kami yang lain: Pajak Penghasilan Sehubungan dengan Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.

2 Responses to "Subjek PPN, Pengertian dan Batasan Pengusaha Kena Pajak"

  1. NPWP diberikan sebagai nomor identitas pembayar pajak,

    Jika di suatu tahun pajak penghasilan suatu badan di bawah 4,8 Miliar, perhitungan dapat di lakukan menggunakan dasar PP 46 yakni 1%

    Seandainya kredit pajak lebih besar dari pajak terutang, maka dikatakan lebih bayar,dan dijadikan sebagai pengurang pajak terutang di tahun berikutnya

    NPWP tidak perlu di non aktifkan bila kita tidak memiliki hutang pajak, cukup sampaikan nihil saja

    Makasih :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih sudah membantu menjawab pertanyaan di atas.

      Hapus